Setelah menonton film itu.
Mendengar soundtrack itu..
That moments..
Kita bertemu di waktu kita masih meraba masa depan. Masa SMP
itu ketika kita masih belum mengetahui apa itu Teori Kuantum pada Kimia, masih
buta akan rumus Relativitas, masih kaku tentang Siklus Calvin, dan masih
jongkok tentang Matriks.
Ketika itu aku masih menjadi bassist yang payah. Masih
suka dengan lagu-lagu Bondan Prakoso & Fade2Black. Yang aku tahu masa itu
masih kita lewati dengan canda, tawa, kebersamaan, dan CINTA.
Saat itu kamu masih orang asing yang belum aku kenal.
Di kelas yang sama kita mulai saling kenal. Entah kapan awal percakapan kita
dimulai. Aku memang orang yang pendiam waktu itu dan sampai sekarang pun masih
tetap dengan orang yang sama.
Pada waktu itu aku masih buta akan rambut hitammu yang lurus.
Masih buta akan wajahmu, senyummu disaat kita bertemu ketika berpapasan di
jalan. Memang arah rumahmu dengan arah rumah nenekku searah. Kadang kau
tersenyum ataupun tidak menghiraukanku sama sekali. Tapi kejadian itu sudah
beberapa tahun yang lalu.
Mendengar bahwa kamu ditembak oleh
sahabatku. Its okay. Karena kamu lebih memutuskan untuk membuatnya menunggu.
Tapi usaha sahabatku itu gagal. Itu tidak membuatku berhenti menatap wajahmu. Dan berharap punya nyali yang lebih dari dia. Tapi pecundang tetaplah pecundang.
Dan aku masih belum menyadarinya..
Menginjak SMA, kita semua sudah melalui masa yang indah dan
harus bekerja keras di SMA karena di sinilah kita mulai masa depan kita. Bahagia
rasanya kita satu sekolah. Meskipun itu bukan sekolah yang kamu impikan. Kita
pernah bahas ini di media sosial. Tentang apa yang diberikan Tuhan pada kita.
Tidak apa-apa kita tidak satu kelas aku pun masih bisa melihatmu dari kejauhan.
Masih bisa bertemu ketika kita berpapasan di kantin. Dan masih dengan senyum
yang sama saat kita berpapasan di SMP. And thank you, waktu itu sudah
ngajak untuk gabung di kelompok lesmu. Tidak
masalah aku mendengarkan penjelasan guru atau tidak. Melihat wajahmu saja itu
sudah lebih dari cukup untuk membayar seluruh usahaku datang ke tempat les.
Seiring dengan berlalunya waktu. Kita menjadi anak yang
sedikit terdidik. Mengenal apa itu rumus fisika, kimia, matematika. Bukan 1 + 1
lagi. Seiring bertambahnya waktu, kau lebih terlihat cantik. Dan aku mengerti
kenapa ada jarak diantara kita. Ya, kau punya segalanya, pintar, cantik, baik,
banyak teman. Sedangkan aku, bodoh, jelek, pendiam, banyak yang menghiraukan.
But, its just alright jika berpikir itu adalah anugrah. Tapi tahun itu kita
tidak satu sekolah lagi.
Memilih untuk mengejar impianmu ya? Itu yang aku sukai dari
dirimu. Tidak pernah patah semangat.
Seiring dengan berlalunya waktu, aku juga tidak pernah dekat
denganmu. Jadi ada apa dengan semua ini? Perasaan apa yang mendarat di hatiku? Pikiran apa yang mempengaruhiku?
Sampai perasaan itu tiba, Apa ini? Bodoh sekali aku bisa
jatuh cinta kepadamu. Tidak mungkin kamu menyukaiku. Maaf untuk perasaan ini
yang membuatmu tidak nyaman. It’s still grow when you not beside me.
Aku berusaha untuk memulai percakapan. Mencari hal yang
mungkin kau suka dan semua itu hanya membuatmu menjauh. Terlalu sulit
mengatakan “hai” ketika kau mengetahui di depanmu itu adalah bidadari di dalam
mimpimu. Kita memang sudah punya jalan masing-masing.
Aku masih ingat ketika mengetahui ada orang lain yang sudah memilikimu selama seminggu.
Setidaknya, bisa bersamamu seminggu dan menjadi First Love-mu itu adalah anugerah.
Dan cinta pertama itu tidak akan pernah terlupakan.
Pasti bahagia memilikimu meskipun hanya dalam mimpi.
Tapi orang itu bukan aku.
Aku terlalu bodoh untuk memilikimu. Pecudang tidak seharusnya berharap yang lebih.
It’s okay if I’m not in
your heart, but my heart still beating cause thinking of you.
Tidak apa-apa jika kisah ini berakhir seperti film itu.
Lagu itu yang selalu mengingatkan diriku, tentangmu.
Ya, tentang perasaan ini.
If I have a chance to meet you, I will hug you thightly
And succes to be a doctor dear.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete